Status Hukum Islam dalam Kukikulum Fakultas Hukum


Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang juga berlaku di Indonesia di samping sistem hukum lainnya (Sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Barat/Eropa) pada dasarnya kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersebut adalah relevan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karma itu diperguruan tinggi, hukum Islam merupakan salh satu unsur yang mutlak untuk kelengkapan pengajaran ilmu hukum agar mahasiswa hukum mempunyai pemahaman yang memadai tentang aspek-aspek hukum islam yang hidup dalam masyarakat serta merupakan pematapan pemahaman dan pengamalan ilmu bagi para alumninya.
Dalam kurikulum Fakultas Hukum yang berlaku sekarang ini berdasarkan SK. Menteri P. dan K. R.I. No. 17/D/O/1993, mata kuliah ini dinamakan hukum islam yang statusnya adalah sebagai Mata Kuliah Wajib dalam Muatan nasional. Timbul pertanyaan, mengapa hukum islam termasuk salah satu mata kuliah wajib pada Fakultas Hukum di seluruh Indosia?

Mura P. Hutagalung, (1985 : 140-141), menyebutkan, bahwa sekurang-kurang ada tiga alas an mengapa mata kuliah ini menjadi sesuatu yang mutlak dipelajari dan dicantumkan dalam kurikulum Fakultas hukum, yaitu:
  1. Alasan sosiologis, alas an berdasarkan kemasyarakatan, yakni bahwa mayoritas rakyat Indosia adalah beragama islam. Oleh karena itu para mahasiswa hukum sebagai calon-calon penegak hukum, perlu dibekali dengan pengetahuan dasar tentang hukum islam sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat, agar supaya manakala mereka terjun di tengah masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas sebagai penegak hukum, diharapkan dapat memeberikan keputusan yang adil sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat dimana mereka hidup bersama-sama
  2. Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah. Ditinjau dari segi sejarahnya, ternyata hukum islam menjadi suatu cabang ilmu hukum yang telah diajarkan sejak jaman penjajahab Belanda pada Perguruan Tinggi Hukum/Rechtshogeschool di Batavia (nama Jakarta pada masa lampau) dengan nama Islamologi atau Momammedansche Recht.
  3. Alasan Yuridis, alas an berdasarkan hukum. Dari sgi Yuridis, Hukum Islam telah lama dipraktekkan oleh masyarakat Islam Indonesia terutama di daerah-daerah yang penduduknya sangat berpegang teguh pada ajaran Islam seperti di Aceh, Minangkabau dan daerah-daerah lainnya.


PENGERTIAN SYARIAT DAN FIQIH

A. Pengertian Syariat
Syariat menurut bahasa Arab bararti jalan yang harus ditempuh oleh umat manusia dalam hidupnya, Jalan harus ditempuh itu tidak akan mungkin diketahui tanpa perantaraan wahyu ilahi.
Berdasarkan pengertian ini, maka apa yang diartikan dengan Syriat adalh segala apa yang disyariatkan oleh Allah baik dengan Al-Quran meupun dengan Sunnah nabi ataupun yang dapat melengkapi semua dasar-dasar agama, akhlak, hubungan manusia dengan manusia, bahkan meliputi juga apa yang nenjadi tujuan hidupdan kehidupan manusia untuk keselamatan dunia dan akhirat.

B. Pengertian Fiqih
Fiqih berarti memahami sesuatu secara mendalam atau ilmu pengetahuan, fiqih dapat juga diartikan sebagai hukum-hukum yang digali dari Al-Quran dan Sunah Nabi dengan jalan mempergunakan faham atau ijtihad yang sempurna dan dengan perenungan yang mendalam.
Perbedaan-perbedaan Syriat dan Fiqih :
1.      Syariat langsung disyariatkan oleh Allah sedangkan Fiqih ditetapkan oleh manusia (para Mujtahid) berdasarkan syariat itu;
2.      Syariat lebih luas daripada fiqih olh karma syariat meliputi semua perbuatan manusia baik lahir maupun batin, sedangkan fiqih hanya terbatas pada perbuatan lahir manusia saja;
3.      Syarriat bagi hukum diartikan sebagai jalan untuk mencapai kebenaran yang diilhamkan oleh Allah, sedangkan fiqih bagi dunia hukum dipergunakan sebagai term/istila ilmu pengetahuan.
Persamaan syariat dan Fiqih :
1.      Baik syariat maupun fiqih kedua-duanya dipakai secara bersama-sama untuk menunjukkan, bahwa hukum islam itu adalah sistem hukum yang sempurna,
2.      Syariat dan fiqih pada hakekatnya adalah hukum yang mengatur perbuatan dan sikap manusia terhadap dua arah, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan yang disebut ibadah dan hubungan antara manusia dengan manusia dengan manusia yang disebut Maumalah.
Hubungan-hubungannya :
1.      fiqih adalah formula yang dipahami dari syariat. Syariat tidak dapat dijalankan dengan baik tanpa dipahami melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara baku (Rofiq, 1995 : 5),
2.      Fiqih tidak dapat dipisahkan dari syariat oleh karena fiqih adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari syariat.

C. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam secara etimologis ialah segala macam ketentuan atau ketetapan mengenai suatu hal dimana ketentuan itu telah diatur dan ditetapkan oleh agama Islam.

Pembagian Hukum Islam.
1.      Hukum Taklifi.
Hukum Taklifi adalah hukum-hukum yang berisi tuntutan baik yang mengikat maupun yang tidak untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu dan hukum-hukum terhadap mana agama Islam membolehkan melakukan sesuatu dalam hal tidak ada larangan. Jenis hukum ini dibagi menjadi lima macam :

►Wajib (Fardhu).
Wajib atau Fardhu adalah hukum-hukum yang berisi tuntutan yang mutlak atau mengikat untuk dilaksanakan dengan konsekuensi, bilamana dilaksanakan mendapat imbalan berupa amal dan bilamana tidak dilaksanakan akan mendapat dosa. Wajib (Fardhu) ini dibagi lagi berdasarkan : segi waktu pelaksanaannya, Subjek pelakunya, Batas atau ukuran tuntutannya, dan Objek perbuatannya.
►Sunnah atau Mandub.
Sunnah atau Mandub adalah hukum-hukum yang berisi tuntutan yang tidak mengikat berupa ajaran untuk melakukan sesuatu yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala, tetapi bilamana tidak dilakukan tidak ada akibatnya yang berupa dosa. Sunah/Mandub ini terbagi  atas : Sunnah Muakad, Sunnah Zaidah, Sunnah Fadhilah.
►Mubah.
Seperti telah disebutkan di stas, bahwa mubah adalah hukum-hukum yang memperbolehkan sepanjang tidak ada larangan. Dalam hal ini syariat tidak menentukan sikap/bersikap netral dan memberikan pilihan apakah hendak dilakukan atau tidak.       
►Makruh.
Makruh adalah ketentuan-ketentuan  hukum yang berisi tuntutan yang tidak mengikat berupa anjuran untuk meninggalkan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu perbuatan yang bilamana ditinggalkan mendapat pahala dan manakala dilakukan tidak juga ada akibatnya berupa dosa.
►Haram atau Larangan.
Makruh adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berisi tuntutan yang mengikat untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan dengan konsekuensi, bahwa bilamana ditinggalkan akan mendapat pahala, tetapi sebaliknya bilamana dilaksanakan akan mendapat dosa. Haram dapat dibagi menjadi dua yaitu Haram dzati dan Haram aridhi.   

2.      Hukum Wadh-i atau Wad-iy
Hukum Wadh-I atau Wad-iy adalah hukum-hukum yang menjadi dua perkara berkaitan satu dengan yang lainnya atau ada juga yang memberikan arti, hukum-hukum yang menerangkan tentang sebab, syarat dan halangan (mani).
Tentang sebab.
  1. Sebab yang bukan hasil perbuatan manusia, misalnya peristiwa meninggalnya seseorang mengakibatkan harta peninggalannya beralih kepada ahli warisnya.
  2. Sebab yang lahir dari perbuatan manusia yang mukallaf, misalnya karena adanya akad nikah menjadi sebab  halnya hubungan sex antara seorang pria dengan seorang wanita.
Tentang Syarat.
  1. Syarat yang menyempurnakan sebab, misalnya jatuh tempo membayar zakat menjadi syarat untuk  mengeluarkan zakat atas benda yang telah mencapai jumlah tertentu untuk dikenekan zakat.
  2. Syarat yang mnyempurnakan sebab, misalnya berwudhu dan menghadap kiblat adalah penyempurnaan hakekat sholat.
Halangan (Mani).
Mani adalah sesuatu yang karena adanya menghalangi berlakunya suatu ketentuan hukum.  Mani ada dua macam : pertama, mani yang mempengaruhi sebab, misalnya ahli waris membunuh pewarisnya sehingga menghalanginya menerima warisan, kedua, mani yang mempengaruhi akibat, misalnya ayah yang membunuh anaknya sendiri seharusnya dikenakan hukuman qishash, akan tetapi karena statusnya sebagai bapak menghalangi dijatuhkannya hukuman qishash.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
                                                                                            
Ruang Lingkup Hukum Islam.
Menurut Amir syrifuddin (1990 : 32-33), Ruang lingkup hukum dalam hukum Islam baik yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :
  1. Hukum I’tiqadiyah yaitu yang mengatur hubungan rohaniah antara manusia dengan tuhan dan hal-hal yang menyangkut dengan keimanan. Hukum dalam bidang kemudian berkembang menjadi ilmu-ilmu ushuluddin.
  2. Hukum-hukum khuluqiah yang menyangkut tingkah laku dan moral lahir manusia dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Hukum ini berkembang kemudian menjadi ilmu akhlak.
  3. Hukum-hukum amaliyah yang menyangkut hubungan lahiriah antara manusia dengan Tuhannya, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. Hukum ini berkembang menjadi ilmu syariah.