About Wakaf di Indonesia


Dibandingkan dengan zakat, infak dan sedekah yang nilai pokoknya bisa habis untuk dibagikan kepada para mustahik, wakaf memiliki keunikan sendiri. Pokok wakaf tidak bisa digunakan kecuali hasilnya. Karena keunikan inilah, maka manfaat wakaf lebih panjang ketimbang zakat, infak dan sedekah, sehingga bisa menjadi dana abadi investasi dunia dan akhirat.
Sayang, kesadaran umat akan pentingnya peran wakaf, belum tergali optimal di Indonesia. ''Padahal, wakaf itu seperti bola salju, semakin lama makin menggelinding menjadi semakin besar,'' tandas Herman Budianto, Direktur Tabung Wakaf Indonesia (TWI) kepada Damanhuri Zuhri dari Republika di kediamannya di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/10). Berikut ini hasil wawancara lengkap tentang peran penting zakat untuk pengembangan ekonomi umat:
Bagaimana peran wakaf di Indonesia?


Alhamdulillah, kalau kita berbicara masalah wakaf sebenarnya kita berbicara sesuatu yang sangat ideal bagaimana sekarang ini wakaf belum dikelola secara optimal dan kita bercita-cita dan sebagai idealisme kita sebagai seorang muslim yang ingin mengubah sebuah tatanan kehidupan muslim yang awalnya terpuruk seperti ini bisa menjadi lebih bangkit mencapai titik kegemilangan seperti zaman-zaman para sahabat dan para generasi awal Islam sehingga yang namanya Islam selalu identik dengan yang mulia, sesuatu yang tinggi.
Berawal dari itu, kita, awalnya dari Dompet Dhuafa Republika (DDR) menggali potensi umat dari zakat, infak dan sedekah. Dari ZIS ini sudah mulai menunjukkan hasil yang positif maka dicarilah sumber-sumber dana umat lain yang belum tergarap dengan baik salah satunya wakaf. Karena wakaf mempunyai keunikan tersendiri, di mana dari dana wakaf ini tidak bisa langsung dipakai. Kalau dana zakat ketika dia memberikan langsung habis. Kalau wakaf, bermanfaat lebih jauh, lebih panjang sehingga bisa menjadi dana abadi investasi dunia dan akhirat yang panjang. Bayangkan saja kalau satu tahun ada Rp 2 miliar selama lima tahun berarti ada Rp 10 miliar yang bisa dikumpulkan. Dan wakaf itu bisa dimanfaatkan terus seperti bola salju semakin lama menggelinding maka semakin besar.
Jadi, wakaf itu barangnya tetap utuh sedangkan infak misalnya memberikan Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu bisa langsung habis. Wakaf itu dari kata waqafa, harus tetap pokoknya. Kemudian, dari segi potensi kalau kita bicara kedermawanan umat kita sangat luar biasa, sangat bagus sekali. Kalau Allah memberi pelajaran kepada kita memberi zakat 2,5 persen sebenarnya untuk mengikis titik kekikiran padahal dari umat kita sangat banyak yang luar biasa salehnya, kedermawanannya, sehingga dia masih mau mengeluarkan banyak uang yang tersimpan untuk kemaslahatan umat walaupun sekarang ini rata-rata mereka memikirkan ketika berwakaf itu untuk kemaslahatan dirinya dalam arti mendapatkan pahala pribadi, untuk investasi akhirat.
Tapi, nggak apa-apa ini namanya sebuah awal kita ingin menggiring bahwa selain mereka ingin mendapatkan pahala kita arahkan agar mereka memikirkan umat itu. Jadi, ketika mereka berwakaf selain mendapatkan pahala mereka juga ikut bersama-sama membangkitkan potensi umat, keterpurukan umat. Ini yang ingin kita garap sehingga orang berwakaf itu tidak hanya mempertahankan dirinya terbebas dari api neraka tapi juga ada ibadah sosialnya memperhatikan masyarakat. Itulah nilai yang tertinggi menurut saya.
Terlepas dari itu semua, TWI, sekarang sudah sejak tahun 2005 digarap dengan serius. Diresmikannya 14 Juli 2005, alhamdulillah oleh DR Hidayat Nur Wahid. Setelah itu baru kita memulai bergerak alhamdulillah di tahun pertama target Rp 2 milyar tercapai dan target tahun kedua ini dua kali lipat.Mudah-mudahan tercapai.
Tingkat kesadaran umat sendiri bagaimana terhadap wakaf?


Alhamdulillah, meningkat dibandingkan tahun-tahun lalu juga. Ini terkait dengan media, karena kita sangat membutuhkan media, bagaimana media itu memunculkan bahwa ada sebuah ibadah lain berupa wakaf karena banyak umat yang diberi kelapangan harta belum mnegerti, mereka masih mengira sama seperti sedekah, dikiria sama dengan zakat. Bahkan ada yang bilang, ''Saya boleh tidak membayar wakaf sekaligus zakat.'' Jadi, masih dianggap sesuatu yang satu.
Bagaimana setelah adanya Undang Undang Nomor 41?


Sebenarnya sudah ada walaupun itu belum bisa diimplementasikan karena PP-nya belum terbit. Jadi, itu hanya barupa pajangan saja UU itu nanti bisa diimplementasikan setelah ada PP-nya. PP nya itu kita harapkan sudah ada di Setneg. Menurut informasi dari Pak Nasaruddin Umar masih di Setneg. Tapi, walaupun belum bisa diimplemantasikan paling tidak sudah ada payung. Dan ini sering kita gunakan juga untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat. MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang wakaf tahun 2002 dan pemerintah sudah mengeluarkan Undang Undang nomor 41 tahun 2004. Jadi, masyarakat bisa lebih yakin. Kalau awalnya ada yang memperdebatkan masalah fikih, tapi di Undang-Undang dan di MUI sudah ada bahwa wakaf uang sudah ada.
Bagaimana perkembangan di negara lain?


Wakaf-wakaf di luar negeri itu luar biasa besarnya. Singapura bisa membuat hotel, kemudian perumahan elit di Arab Saudi, Turki. Yang paling dekat dengan negera kita Singapura dengan jumlah muslim hanya 15 persen ketika berkunjung ke sana mereka bisa membuat hotel berbintang dari wakaf. Jadi, modelnya begini, wakaf-wakaf lama berupa tanah, mulai dicarikan investor dari pihak luar. Investor ini kemudian bagi hasil dengan nadzir-nya saling berapa persen tergantung kesepakatan.Sekarang kita ingin memperbandingkan, kira-kira bisa tidak meniru mereka. Yang menjadi tantangan buat kita adalah kondisi yang sangat jauh berbeda.
Adakah contoh badan wakaf yang sudah berjalan?


Contoh yang sudah berjalan sangat bagus, Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Bermula dari wakaf tanah keluarga kemudian juga dari masyarakat, akhirnya berkembang beberapa jenis investasi seperti penggilingan padi, toko bahan bangunan, toserba dan Pusat Grosir La Tansa, kedai bakso, apotik, penggemukan sapi, pusat kerkulakan, pasar sayur, penyembelihan ayam potong, percetakan, toko buku, toko palen, wartel, foto copy dan alat tulis, jasa angkutan, bengkel dan lainnya. Dari berbagai jenis investasi itu setiap tahunnya Gontor mampu membangun asrama santri walaupun tidak mendapatkan bantuan dari luar.
Sebenarnya berapa potensi wakaf yang ada di Indonesia?


Menurut Mustafa Edwin, Ketua Pasca Sarjana Ekonomi Syariah UI, potensi wakaf tunai di Indonesia diperkirakan bisa mencapai Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun per tahun. Itukan potensi tidak habis, jadi kalau bisa dibayangkan dalam satu tahun ada Rp 3 triliun, kemudian lima tahun kemudian meningkat sampai mencapai Rp 15 triliun, itu bisa dikumpulkan bisa membuat sesuatu yang luar biasa. Kalau kita anggap zakat, infak dan sedekah untuk mengentaskan kemiskinan, memberikan makan, kalau wakaf bisa digabungkan. Zakat bisa untuk memberikan modal usaha orang-orang yang belum bekerja, kemudian infak melengkapinya, wakaf menjadi sebuah proses penyempurnanya menjamin kesejahteraannya. Jadi, menurut saya peran ZIS dan wakaf ini harus selalu bersama.
Kalau zakat fitrah itu lebih konsumtif, kalau zakat maal bersifat produktif dan wakafnya ini untuk investasi. Kalau ini bisa dikerjasamakan jadi masing-masing berperan di posisinya masing-masing pembagian tugas seperti itu, ini memang harus ada pemikiran besar dari kita semua, dari umat ini jangan akhirnya wakaf bergerak di situ juga, zakat di situ juga, infak sedekah si situ semuanya, jadi nggak ada pembagian tugas yang jelas. Saya harapkan ini bisa berjalan walaupun sekarang ada direktur zakat, ada direktur wakaf tapi tetap harus ada koordinasi, di mana masing-masing berperan. Seperti yang dilakukan DDR, untuk membuat sekolah gratis, gedung, tanah dari dana wakaf, kemudian operasionalnya dari dana zakat. Jadi, ada sinergi. Jadi, harus seperti itu tidak bisa terpisah, wakaf tidak mungkin membiayai operasional karena kan harus utuh. Sementara di satu sisi zakat tidak bisa untuk investasi, membangun gedung. Jadi, harus bersama-sama itu menariknya. Ini petingnya sinergi