Instrumen HAM Internasional : Konvensi Kerja Paksa


BAB I



Pendahuluan

Menurut Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tentang Kerja Paksa, Nomor 29, kerja paksa atau pemaksaan kerja "berarti semua pekerjaan atau pelayanan yang dipaksakan pada seseorang di bawah ancaman hukuman apa saja dan yang menurut orang tersebut ia tidak pernah secara sukarela menawarkan dirinya untuk melakukan pekerjaan itu."
 ILO memperkirakan bahwa setidaknya ada 12,3 juta orang di seluruh dunia yang mengalami kerja paksa, di antaranya adalah anak-anak sekitar 40- 50 persen.
Dalam sekitar 20 persen dari kasus, Negara atau militer secara langsung bertanggung jawab atas penggunaan kerja paksa. Contoh kasus di mana ini terjadi. Adalah Burma, Korea Utara dan Cina. namun, dalam sebagian besar kasus kerja paksa didalangi oleh  swasta/individu yang mencari keuntungan dengan eksploitasi orang lain.
Korban kerja paksa kebanyakan dari minoritas atau kelompok-kelompok marjinal yang sering mendapat diskriminasi dan hidup di pinggiran masyarakat di mana mereka rentan terhadap praktek perbudakan. Kerja paksa biasanya diperoleh sebagai hasil dari perangkap utang individu dalam perbudakan atau dengan membatasi kebebasan mereka untuk bergerak. Dalam kasus lain kekerasan, ancaman dan intimidasi digunakan dan / atau ada tidak adanya perlindungan Negara yang efektif.




Rumusan Masalah
Tenaga kerja paksa banyak di alami oleh pria, wanita dan anak-anak di seluruh dunia dan yang paling sering ditemukan di padat karya dan / atau industri di  seperti:
  • Pertanian dan perikanan
  • Domestik kerja
  • Konstruksi, pertambangan, penggalian dan pembakaran batu bata
  • Manufaktur, pengolahan dan pengemasan
  • Prostitusi dan eksploitasi seksual
  • Perdagangan dan aktivitas ilegal
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan bahwa setidaknya ada 12,3 juta orang di seluruh dunia yang mengalami kerja paksa, di antaranya adalah anak-anak sekitar 40- 50 persen.
Dari jumlah ini sekitar 2,4 juta orang yang mengalami kerja paksa adalah sebagai akibat dari perdagangan manusia. Hampir dari jumlah keseluruhannya adalah perempuan dan anak-anak gadis yang diselundupkan untuk eksploitasi seksual dan  eksploitasi tenaga kerja. Ini berarti bahwa sekitar 80 persen dari semua orang yang diperdagangkan untuk kedua eksploitasi ekonomi dan seksual adalah perempuan dan anak-anak gadis.








BAB II

Substansi
Yang menjadi substansi dalam konvensi ILO No. 29 Tahun 1930  ini terdapat dalam pasal (1) ,yaitu:
(1)      Setiap Anggota Organisasi Buruh Internasional yang meratifikasi Konvensi ini menjamin untuk menghapus penggunaan kerja paksa atau kerja wajib dalam segala bentuk dalam waktu yang sesingkat mungkin.
(2)      Dengan tujuan untuk penghapusan seluruhnya mengenai hal ini, maka penggunaan kerja paksa atau kerja wajib dapat diadakan, dalam masa peralihan, untuk keperluan umum saja clan sebagai tindakan pengecualian serta harus tunduk pada syarat clan jaminan yang ditetapkan di sini selanjutnya.
(3)      Setelah lewat waktu lima tahun setelah Konvensi ini berlaku dan pada waktu Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional menyiapkan laporan tercantum dalam pasal 31 di bawah ini, maka Badan Pengurus tersebut harus mempertimbangkan kemungkinan penghapusan kerja paksa atau kerja wajib dalam segala bentuk tanpa adanya masa peralihan selanjutnya dan keinginan untuk menempatkan persoalan ini dalam agenda Konferensi.

Isu Pokok Konvensi Kerja Paksa :

  1. Definisi kerja paksa adalah semua pekerjaan atau jasa dengan ancaman hukuman dan tidak secara sukarela.
  2. Tidak termasuk kerja paksa :
·         wajib militer dengan undang-undang.
·         kewajiban yang biasa dilakukan warga Negara
·         pekerjaan atas perintah pengadilan.
·         pekerjaan dalam keadaan darurat.
·         tugas kemasyarakatan.
  1. Bentuk kerja paksa atau wajib kerja :
·         sebagai alat penekanan politik atau hukuman atau pengungkapan pandangan politik atau ideologi yang bertentangan dengan system politik, sosial dan ekonomi yang berlaku.
·         penggunaan tenaga kerja untuk tujuan pembangunan ekonomi.
·         sebagai cara mendisiplinkan pekerja.
·         sebagai hukuman akibat pemogokan.
·         sebagai perlakuan diskriminatif

Perkembangan Konvensi Kerja Paksa

  • Pada tahun 1957 Konferensi Ketenagakerjaan Internasional keempat puluh tanggal 25 Juni 1957 di Jenewa, Swiss, telah menyetujui ILO Convention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa) yang di sahkan oleh Indonesia dengan Undang-undang nomor 19 tahun 1999.
  • Secara Global
Perkembangan peradaban manusia yang yang memasuki era modern tidak menjamin hilangnya kegiatan kerja paksa bahkan setelah lahirnya Konvensi Kerja Paksa 1930 yang dilanjutkan dengan lahirnya konvensi ILO mengenai penghapusan kerja paksa hingga sekarang. ILO mencatat lebih dari 29 juta orang masih terperangkap dalam kegiatan kerja paksa.
Dalam laporannya, ILO menyebutkan tidak banyak langkah yang ditempuh untuk membantu mereka. ILO mengharapkan agar pemerintah, majikan maupun organisasi buruh bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut.
Kerja paksa merupakan sisi buruk dari globalisasi, tingginya tekanan pada persaingan mendorong perusahaan menyerahkan pekerjaan kepada buruh non-karyawan atau out sourcing. Pandangan ILO menilai kondosi buruh non karyawan itu sengaja diberlakukan agar pemilik modal tidak bertanggung jawabatas nasib pekerjanya yang telah memberikan keuntungan berlipat-lipat. Seharusnya perusahaan bertanggung jawab atas kesejahteraan pekerjanya itu. Dalam catatan ILO sebagian besar yang terperangkap kerja paksa itu adalah anak-anak dan lebih dari setengahnya adalah perempuan. Kerja paksa ini ditemukan hampir dihampir semua negara diseluruh dunia, namun yang paling banyak adalah di wilayah Asia.
Diperkirakan sekitar 10 juta orang terperangkap dalam kerja paksa India, Nepal, dan Pakistan. Di negara-negara Barat, para pekerja paksa ini umumnya berada dalam sektor pekerja seks yang diselundupkan dari negara-negara miskin, dari operasi penyulundapan tersebut diperkirakan menghasilkan keuntungan milyaran dollar Amerika.
·         Di Indonesia
Ilo mencatat masih sangat banyak para pekerja paksa ditemukan di negara yang kaya sumber daya alam ini. Di Pantai Timur Sumatra masih ada pekerja paksa di jermal, namun jumlahnya sudah dikurangi walau meniadakannya sama sekali tidak mungkin. Selain itu masih terdapat juga pekerja paksa seks komersial, yang berasal dari sejumlah daerah di Pulau Jawa untuk diselundupkan ke berbagai daerah lainnya, termasuk ke luar negeri. Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) juga bisa dikelompokkan sebagai kerja paksa. Berdasarkan survei ILO pada tahun 2003, terdapat sekitar 700.000anak yang bekerja sebagai PRT.

BAB III

Penutup
Masih banyaknya kegiatan kerja paksa di karenakan kurangnya lapangan pekerjaan dan rendahnya sumber daya manusia serta kurang tegasnya pelaksanaan peraturan yang mengatur kerja paksa. Di perlukan upaya yang intensif untuk mengurangi dan mencegah kerja paksa seperti membuat peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan baru di tingkat nasional maupun regional serta peningkatan perlindungan bagi mereka yang berisiko terhadap kerja paksa dan perdagangan.
Kerja paksa dapat di tanggulangi melalui kebijakan dan program terpadu yang memadukan penegakan hukum dengan tindakan pencegahan yang proaktif, serta memberdayakan mereka yang berisiko terhadap kerja paksa agar mampu membela hak-hak mereka.


Daftar Pustaka

*      Konvensi ILO Nomor 29 tahun 1930 mengenai kerja paksa.
*      http//:www.google.com/m?q=konvensi+kerja+paksa&client=ms-opera-mini&channel=new ,diakses via opera mini pada pukul 13:47 tanggal 5 April 2010.
*      m.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/05/tgl/15/time/082603/idnews/362493/idkanal/10 ,diakses via opera mini pada pukul 00:55 tanggal 7 April 2010.