Wajib Pajak

 Wajib Pajak 
 Penanggung Pajak
Pengertian
Pengertian wajib pajak menurut Pasal 1 angka 2 UU KUP adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undabngan perpajakan.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KUP bahwa yang termasuk wajib pajak, adalah sebagai berikut;
   orang pribadi atau badan sebagai pembayar pajak;
   orang pribadi atau badan sebagai pemotong pajak; dan
   orang pribadi atau badan sebagai pemungut pajak.

Wajib Pajak Penghasilan
Wajib Pajak dalam UU PPh terdiri dari Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri.
Wajib Pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang bertempat tinggal atau menetap di Indonesia. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak di tempat ia bertempat tinggal atau berkedudukan (jika mengenai badan).
Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas semua penghasilan yang diterima atau diperolehnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun yang diterima di luar negeri.
Orang asing yang berada di Indonesia untuk jangka waktu secara berturut-turut yang lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dianggap sebagai Wajib Pajak dalam negeri, dan wajib memenuhi kewajiban dan haknya selaku Wajib Pajak dalam negeri.
Wajib Pajak yang meninggalkan Indonesia untuk jangka waktu yang tidak lebih dari 1 (satu) tahun, masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan masih dikenakan pajak di Indonesia.
Pejabat diplomatik dan Pegawai kedutaan Republik Indonesia, yang karena jabatannya berada di luar Indonesia (asal bukan staf lokal), masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri, sebab berdasarkan “asas eksteritorialitas”, mereka dianggap bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, dan wajib pula membayar pajak penghasilan apabila penghasilannya melebihi penghasilan tidak kena pajak
Sebaliknya, Wakil-wakil Diplomatik atau Konsuler Asing yang bertempat tinggal di Indonesia, bukan merupakan Wajib Pajak dalam negeri, berdasarkan “asas eksteritorilitas” tersebut.
Wajib Pajak luar negeri menurut Rochmat Soemitro (1986;93-94) adalah subjek pajak luar negeri yang memperoleh atau menerima penghasilan yang berasal dari wilayah Republik Indonesia atau yang mempunyai kekayaan yang terletak di wilayah Republik Indonesia.
Wajib Pajak luar negeri hanya dikenakan pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh atau berasal dari (sumber-sumber yang ada di) wilayah Republik Indonesia.
Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memasukkan surat pemberitahuan dan baginya tidak berlaku penghasilan tidak kena pajak, dan pula baginya susunan dan besarnya keluarga tidak mempunyai pengaruh atas besarnya jumlah pajak.

Wajib Pajak Pertambahan Nilai
Wajib Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa disebut “Pengusaha Kena Pajak”.
Wajib Pajak yang terikat pada Pajak Pertambahan Nilai adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan;
                                - Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean;
                                - Impor Barang Kena Pajak;
                                - Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean;
                                - Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar                             Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
                                - Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah                   Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
                                 -Ekspor Barang Kena Pajak.

Wajib Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Wajib Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah orang atau badan yang biasanya disebut sebagai Pengusaha.
Secara hukum, dikatakan bahwa Wajib Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah dan/atau Impor Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah.
Barang Kena Pajak yang diserahkan dan/atau yang di Impor adalah tergolong Barang Mewah. Mengingat, bahwa kemewahan yang melekat pada Barang Kena Pajak termaksud yang menjadi kriteria untuk dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB adalah orang atau badan yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan karena secara nyata;
1.  Mempunyai hak atas bumi (tanah); dan/atau
2.  Memperoleh manfaat atas bumi (tanah); dan/atau
3.  Memiliki bangunan; dan/atau
4.  Menguasai bangunan; dan/atau
5.  Memperoleh manfaat bangunan.

Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dapat pula disebut dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Wajib pajak  bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah subyek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
subjek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan menurut Pasal 4 ayat (1) UU BPHTB, adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.
Wajib Pajak  Bea Meterai
orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Dokumen yang terutang Bea Meterai  adalah Wajib Pajak yang berkewajiban membayar Bea Meterai yang terutang.
Wajib Pajak Bea Meterai adalah subjek pajak yang memanfaatkan Dokumen yang terutang Bea Meterai.
Wajib Pajak Daerah
Wajib Pajak Daerah Provinsi adalah subjek pajak yang menggunakan objek pajak daerah provinsi yang dikenakan pajak.
Penentuan Wajib Pajak Daerah, baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota adalah kewenangan daerah untuk menetapkan dan merupakan bagian terpenting dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pajak Daerah.
Kewenangan daerah menetapkan Wajib Pajak adalah suatu bentuk delegasi kewenangan dari UU PDRD kepada pembuat Peraturan Daerah (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama dengan Kepala Daerah).
Penanggung Pajak
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebenarnya Penanggung Pajak bukan merupakan Wajib Pajak, melainkan hanya menggantikan kedudukan Wajib Pajak untuk membayar lunas pajak yang terutang dari Wajib Pajak. Sekalipun terjadi pergantian kedudukan dari Wajib Pajak kepada Penanggung Pajak, tetapi secara materiil tanggung jawab pelunasan jumlah pajak yang terutang tetap berada dalam tanggung jawab Wajib Pajak yang bersangkutan.

Wajib Pajak yang boleh diwakili oleh Penanggung Pajak adalah Wajib Pajak berada dalam kedudukan sebagai;
       Anak yang belum dewasa dan belum nikah diwakili oleh walinya;
       Orang tidak sehat  (gila atau pemabuk) berada dalam pengampuan diwakili oleh pengampunya;
       Orang berada dalam kuratele diwakili oleh kuratornya;
       Badan diwakili oleh direksi atau pengurusnya, termasuk dalam pengertian pengurus adallah orang yang secara nyata memiliki wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
       Badan yang dinyatakan pailit, badan dalam pembubaran atau likuidasi, oleh kurator atau likuidator, atau orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan;
       Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya.


UTANG PAJAK


¢  UTANG PAJAK
¢ 
Pengertian
Utang Pajak
¢  Utang dalam arti luas ialah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban sebagai konsekwensi perikatan, seperti penyerahan barang, membuat lukisan, melakukan perbuatan tertentu, membayar harga barang dan seterusnya.
¢  Utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang, (bijzondere overeenkomst, benoemde overeenkomst) yang mewajibkan debitur untuk membayar (kembali) jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditur.
¢  Beberapa pengertian…
¢  Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. “Utang pajak” adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
¢  “Pajak yang terutang” adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
¢  Timbul dan Berakhirnya Utang Pajak
  1. Timbulnya Utang Pajak
                Ajaran materil (materiele leer) dan Ajaran Formil (formele leer).
                Ajaran Materil (materiele leer)  menyatakan bahwa, timbulnya utang pajak pada saat diundangkannya undang-undang pajak dan terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, tanpa harus  di ikuti Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak.
¢  Lanjt ajaran materil..
¢  Syarat subjektif  adalah syarat yang melekat pada subjeknya seperti seseorang lahir  di Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia.
¢  Syarat objektif adalah syarat yang melekat pada objeknya seperti memiliki penghasilan kena pajak,  melakukan penyerahan barang kena pajak, memiliki tanah dan bangunan.
¢  Contoh penerapan ajaran materil, misalnya;
                -              Undang-undang pajak penghasilan sudah diundangkan                 (dinyatakan berlaku);
                -              Si R’lan bertempat tinggal di Indonesia (telah memenuhi syarat                 subjektif);
                -              Si R’lan memiliki Penghasilan Kena Pajak (telah memenuhi           syarat objektif ).
¢  Ajaran Formal…
¢  Timbulnya utang pajak menurut ajaran formal (formele leer) adalah pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak.
¢  Menurut ajaran ini meskipun undang-undang pajak telah diundangkan, seseorang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, apabila Surat Ketetapan Pajak belum diterbitkan oleh pejabat pajak maka utang pajak belum timbul.
¢  Fungsi SKP sesuai ajaran…
¢  Surat Ketetapan pajak  menurut ajaran materil hanya memiliki dua fungsi yaitu: 1) sebagai instrumen penagihan pajak; dan 2) sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak.
¢  Sedangkan menurut ajaran fomal memiliki tiga fungsi yaitu: 1) sebagai instrumen yang menimbulkan utang pajak; 2) sebagai instrumen penagihan pajak; dan 3)  sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak.
¢  Tambahan…
¢  Surat ketetapan pajak dalam undang-undang perpajakan nasional, tidak selalu diterbitkan oleh pejabat pajak kepada wajib pajak.
¢  Surat ketetapan pajak diterbitkan antara lain apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik misalnya, wajib pajak tidak melaporkan pajaknya sesuai dengan yang seharusnya.
¢  Dalam hal demikian akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ataupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
¢  Berakhirnya Utang Pajak
¢   Terdapat lima hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak yaitu: Pembayaran, Pembayaran dengan cara lain, Kompensasi, Pembebasan, Daluarsa, dan Penghapusan.
  Berakhirnya Utang Pajak
(
Pembayaran)
¢   Pembayaran utang pajak merupakan perbuatan hukum yang wajib dilakukan oleh wajib pajak untuk mengakhiri utang pajak.
¢   Meskipun demikian pembayaran pajak dapat pula dilakukan oleh pihak lain yang tidak berkewajiban, hal ini bisa saja terjadi.
¢  Yang diwajibkan membayar utang pajak adalah wajib pajak, yakni subjek pajak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Akan tetapi, pembayaran pajak dapat pula dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dengan ketentuan bahwa pihak ketiga tersebut bertindak atas nama wajib pajak (bahkan tidak perlu ada persetujuan atau surat kuasa khusus dari wajib pajak, karena menguntungkan wajib pajak) dengan maksud untuk membebaskan wajib pajak dari perikatan pajak.
¢  Berakhirnya Utang Pajak
(
Pembayaran)
¢  pembayaran utang pajak adalah kewajiban wajib pajak;
¢  pembayaran pajak merupakan perbuatan hukum yang dapat menghapus utang pajak;
¢  pembayan pajak harus tepat waktu;
¢  pembayaran lewat waktu jatuh tempo akan dikenakan sanksi administrasi;
¢  wajib pajak berhak mendapatkan bukti pembayaran yang sah;
¢  wajib pajak berhak mendapat bunga sebesar 2% (dua persen) atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran oleh pejabat pajak.
¢  Pembayaran dengan Cara Lain
¢  dalam bentuk natura
¢  Ada cara pembayaran lain, seperti terdapat pada Undang-Undng Bea Materai (UU BM). Dalam UU BM, pajak tidak dibayar dengan sejumlah uang, melainkan dengan mengunakan kertas materai atau matera tempel sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU BM.
¢  Lebih lanjutat Rochmat Soemitro (1988:59) mengemukakan bahwa, cara lain lagi ialah “nazegeling” atau “pemateraian kembali”, untuk dokumen/tanda yang ternyata besarnya tidak atau kurang dibayar dengan menunjukkan dokumen itu kepada pegawai kantor pos untuk dibubuhi materai, yang kemudian dicap dengan stempel kantor pos. Pada pemateraian kembali itu, denda yang terutang untuk pelanggaran itu harus sekalian dibayar, kalau tidak pegawai kantor pos tidak akan melakukan “nazegeling” tersebut.
¢ 
Kompensasi
¢  Kompensasi merupakan salah satu cara penghapusan utang pajak yang diperkenangkan dalam ketentuan perpajakan. Kompensasi ini hanya diperkenangkan kalau terdapat kelebihan pembayaran pajak.
¢  Kompensasi adalah suatu cara menghapus utang pajak yang dilakukan melalui cara pemindahan kelebihan pajak pada suatu jenis pajak ( pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda) dengan menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak lainnya ( juga pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).
¢   Pembebasan pajak…
¢  Ketentuan hukum pajak yang terkait dengan pembebasan utang pajak, adalah Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUT) mengatur antara lain bahwa, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi beruapa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
¢  Pembebasan Pajak…
¢  Pasal 19 ayat (1)  Undang-Undang Pajak Bumi dan Banganan (UU PBB), mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat menberikan pangurangan pajak yang terutang: a) karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya; b) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
¢  Sedangkan Pasal 20 mengatur bahwa, atas permintaan wajib pajak Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan dendan administrasi karena hal-hal tertentu. Kata “mengurangkan”, “menghapuskan”, dan “pengurangan” pada pasal tersebut pada dasarnya mengandung makna “pembebasan”.
¢  Dll…
¢   Daluarsa
¢  Daluarsa merupakan instrument hukum yang menyebabkan hapusnya utang pajak wajib pajak.
¢  Yang dimaksud daluarsa adalah hapusnya suatu hak atau kewajiban karena lampaunya waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan dalam  undang-undang.
¢  Daluarsa utang pajak dimaksudkan agar ada suatu kepastian hukum bagi wajib pajak untuk suatu masa tertentu yang ditentukan undang-undang tidak lagi mempunyai utang pajak
¢  Jangka waktu daluarsa…
¢  Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan  Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali ( Pasal 22 ayat 1 UU KUT).
¢   Jangka waktu daluarsa tersebut sama dengan jangka waktu daluarsa Pajak Daerah yaitu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah (Pasal 31 UU PDRD).
¢ 
Penghapusan Pajak…
¢  Menurut Wirawan B. Ilyas, Richard Burton (2001:23) bahwa, hapusnya utang pajak dapat terjadi karena adanya proses penghapusan piutang pajak yang bisa disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut;
  Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
  Wajib Pajak tidak mempunya harta kekayaan lagi yang dibuktikan berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat. Penghapusan utang pajak melalui proses penghapusan merupakan bentuk keadilan bagi Wajib Pajak yang memang benar-benar mengalami hal tersebut diatas;
  Sebab lain, misalnya wajib pajak tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, bencana alam, dan sebagainya.
¢  Sistem Penghitungan Utang Pajak
¢  Sistem penghitungan pajak ini  terdiri dari 4 (empat) cara yaitu : 1. Official assessment system, 2. Semi self assessment system, 3. self assessment system, dan 4. withholding system.
¢  Official assessment system
¢  adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pejabat pajak untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang oleh wajib pajak. Hasil penghitungan pajak yang telah dilakukan oleh pejabat pajak dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP), kemudian SKP ini dikirim ke wajib pajak. Dengan demikian wajib pajak mengetahui jumlah pajak yang terutang setelah membaca SKP.
¢  Semi self assessment system
¢  adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pejabat pajak dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang oleh wajib pajak.
¢  Berdasarkan sistem ini pada awal tahun,  pajak yang terutang dihitung oleh wajib pajak. Setelah akhir tahun pajak, pejabat pajak menentukan pajak yang sesungguh berdasarkan data yang dilaporkan oleh wajib pajak. Dengan demikian wajib pajak dan pejabat pajak berperan dalam menentukan pajak yang harus dibayar wajib pajak.
¢  Self assessment system
¢  adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi kepercayaan penuh  kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang.
¢   Berdasarkan sistem ini pejabat pajak tidak diperkenangkan ikut campur tangan dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak, kecuali dalam hal memberikan pelayanan berupa bimbingan teknis mengenai penggunaan hak tersebut.
¢  Witholding system
¢  system adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk oleh undang-undang untuk memotong, memungut, dan menentukan besarnya pajak yang terutang atau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
¢  Berdasarkan sistem ini, wajib pajak dan pejabat pajak tidak terlibat dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. Pihak ke tiga tersebut berkewajiban untuk menyetorkan jumlah pajak yang telah dipotong atau dipungut sesuai mekanisme yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
¢  Sistem Pengenaan Utang Pajak
¢  Sistem atau Stelsel  pengenaan utang pajak merupakan cara untuk  menentukan jumlah pajak, waktu pembayaran pajak, dan cara pembayaran pajak.
¢  Sistem ini berpengaruh terhadap mobilitas dan kepastian jumlah utang pajak yang harus diterima oleh negara dari wajib pajak untuk 1(satu) tahun kedepan.
¢  Secara teoritis  dikenal  ada 3 (tiga)  sistem  pengenaan  utang  pajak  yaitu : a. stelsel fiksi (fictieve stelsel), b. stelsel ril (reele stelsel), dan  c. Stelsel campuran.
1. Stelsel (fictieve stelsel)
                Stelsel fiksi adalah cara pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan tertentu, dimana anggapan ini ditentukan oleh bunyi undang-undang perpajakan.
  1. stelsel ril (reele stelsel)
                Stelsel ril adalah cara pengenaan pajak berdasarkan penghasilan ril, nyata atau sesungguhnya yang diterma oleh wajib pajak dalam tahun pajak  yang bersangkutan. Karena penghasilan  nyata atau  sesungguhnya  dari  wajib pajak dalam tahun yang bersangkutan baru diketahui setelah akhir tahun, maka wajib pajak baru dapat dikenakan pajak pada akhir tahun.
3. Stelsel Campuran.
                Stelsel campuran adalah cara pengenaan pajak yang mengkombinasikan antara setelsel fiktif dengan stelsel ril. Misalnya pada awal tahun, pajak dipungut berdasarkan anggapan, setelah  akhir tahun dilakukan koreksi berdasarkan penghasilan nyata yang diperoleh wajib pajak. Dengan demikian pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak adalah pajak yang dihitung  berdasarkan penghasilan sesungguhnya.

Surat Pemberitahuan Wajib Pajak

  Surat Pemberitahuan
  self assessment system
  Aplikasi sistem penetapan pajak dengan ‘self assessment system’ memberikan konsekuensi kewajiban bagi wajib pajak (WP) untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  Dalam rangka pemenuhan kewajiban tersebut, kepada WP, disediakan suatu dokumen yang disebut ‘surat pemberitahuan’ (SPT).
  SPT sebagai suatu sarana hukum yang menghubungkan WP dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  Jenis dan Fungsi
  Jenis SPT terdiri dari SPT Masa dan SPT Tahunan
  SPT Masa adalah SPT untuk suatu masa pajak.
  Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan peraturan Menteri Keuangan paling lama tiga bulan kalender.
  Jenis pajak yang harus dibuatkan SPT Masa adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM).
  Jenis dan Fungsi
  SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
  Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sedangkan bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
  Jenis pajak yang harus dibuatkan SPT Tahunan adalah PPh.
  SPT berfungsi bagi:
v  WP PPh sebagai sarana untuk melaporkan tentang:
                -              penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
                -              pembayaran atau pelunasan pajak yang dilaksanakan     sendiri dan/atau melalui pemotongan atau                 pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau        bagian tahun pajak;
                -              penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau        bukan objek pajak;
                -              harta dan kewajiban;
                -              pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang      pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi                 atau       badan lain dalam satu masa pajak;
  SPT berfungsi bagi:
v  Pengusaha kena pajak (PKP) sebagai sarana untuk melaporkan tentang:
                -              jumlah PPN dan PPn BM yang sebenarnya           terutang;
                -              pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran;
                -              pembayaran atau pelunasan pajak yang                telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau     melalui pihak lain dalam satu masa pajak;
  SPT berfungsi bagi:
v   Pemotong atau pemungut pajak sebagai sarana untuk melaporkan tentang pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
  Pengisian dan Penyampaian
  Untuk memacu kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan, WP harus mengambil sendiri SPT di tempat yang ditentukan oleh DJP, atau mengambil dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs DJP
  DJP dapat mengirimkan SPT kepada WP. Setelah diterima, SPT wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  Pengisian dan Penyampaian
  Yang dimaksud dengan:
a.            ‘benar’ adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisannya, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b.            ‘lengkap’  adalah memuat semua unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT;
c.             ‘jelas’ adalah melaporkan asal-usul atau sumber objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
  Pengisian dan Penyampaian
  SPT diisi dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan ditandatangani.
  Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus.
  Untuk WP badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi
  Bagi WP yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, SPT tetap harus diisi dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
  Pengisian dan Penyampaian
  Setelah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas, SPT segera disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
  SPT dapat disampaikan langsung atau dikirimkan melalui pos tercatat atau dengan cara lain, misalnya disampaikan secara elektronik.
  SPT yang disampaikan langsung ke kantor DJP diberi tanggal penerimaan dan kepada wajib pajak diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos tercatat atau dengan cara lain, tanda bukti dan tanggal penerimaan dianggap sebagai bukti penerimaan sepanjang SPT tersebut telah lengkap.
  Pengisian dan Penyampaian
  Batas waktu penyampaian SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan PPh badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
  Apabila SPT tidak disampaikan dalam batas waktu tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN/PPn BM, Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPh, dan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP badan serta Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi.
  Pengisian dan Penyampaian
  Dalam hal WP tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh pada waktunya, ia dapat memperpanjang penyampaian SPT Tahunan PPh untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan secara tertulis atau dengan cara lain, misalnya dengan penyampaian secara elektronik kepada DJP.
  Di dalam penyampaian tersebut harus dicantumkan penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pajak terutang menurut penghitungan sementara. Apabila nanti penghitungan sementara dengan sesungguhnya terdapat selisih kekurangan, akan dikenakan sanksi bunga.
                  Pembetulan dan Pengungkapan Ketidakbenaran
  Terhadap kekeliruan atau ketidakbenaran dalam pengisian SPT yang dibuat oleh WP masih terbuka baginya hak untuk membetulkan atau mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT-nya dengan persyaratan-persyaratan tertentu.
  pengungkapan ketidakbenaran itu dilakukan oleh WP melalui:

Pembetulan SPT Sebelum Dilakukan Pemeriksaan.
  Apabila terdapat kekeliruan dalam pengisian SPT, WP atas kemauan sendiri dapat membetulkan SPT tersebut dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan
  Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah pada saat surat pemberitahuan pemeriksaan pajak (SPTP2) disampaikan kepada WP atau wakil atau kuasa, atau pegawai atau diterima oleh anggota keluarga yang telah dewasa dari WP.
  Pembetulan SPT Sebelum Dilakukan Pemeriksaan.
  Dalam hal pembetulan ini menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun setelah daluwarsa penetapan.
  Sebaliknya, apabila pembetulan tersebut menyatakan kurang bayar maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
 

Pengungkapan Ketidakbenaran Saat Pemeriksaan
  Dalam hal terhadap WP telah dilakukan pemeriksaan, kepadanya masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT.
  Pengungkapan ketidakbenaran ini hanya dapat dilakukan sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai ketidakbenaran tersebut.
  Pengungkapan Ketidakbenaran Saat Pemeriksaan
v   Ketidakbenaran dimaksud adalah:
                a.            tidak menyampaikan SPT; atau
                b.            menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak   benar atau tidak lengkap, atau   melampirkan keterangan yang isinya tidak          benar sehingga dapat menimbulkan kerugian     pada pendapatan negara dan perbuatan              tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali dilakukan WP.
  Pengungkapan Ketidakbenaran Saat Pemeriksaan
  Atas tindak pidana ini WP didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang kurang dibayar atau paling paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang kurang dibayar, atau dipidana dengan pidana kurungan paling sedikit 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
  Dengan pengungkapan ketidakbenaran ini, atas tindak pidana yang dilakukan WP dimaksud tidak akan dilakukan tindakan penyidikan. Pengungkapan ketidakbenaran tersebut harus dilakukan atas kemauan sendiri dan disertai dengan pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
 

Pengungkapan ketidakbenaran sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak
  Dalam hal terhadap WP telah dilakukan pemeriksaan, kepadanya masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak.
  Dengan dilakukannya pengungkapan ketidakbenaran, WP harus melunasi pajak yang kurang dibayar yang timbul akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar. Pelunasan pajak beserta sanksi administrasi tersebut harus dilunasi sendiri oleh WP sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
 

Pengungkapan ketidakbenaran sebelum diterbitkan surat  ketetapan pajak
  Dalam hal ini, WP harus dengan kesadaran sendiri mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang mengakibatkan:
a.            pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
b.            rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; atau
c.             jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d.            jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil